Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan hak guna usaha (HGU) hingga 190 tahun dan hak guna bangunan (HGB) selama 160 tahun kepada investor di Ibu Kota Negara (IKN) mendapat kritik dari berbagai pihak. Aturan tersebut ada dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN.
Dilansir tempo.co, Pasal 9 beleid ini menyatakan, “Investor diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu hingga 95 tahun, yang bisa diperpanjang hingga dua siklus.” Berikut kritik terkait kebijakan tersebut:
1. Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika
KPA menilai pemerintah bekerja untuk kepentingan investor. Menurut Dewi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto lebih memihak investor daripada rakyat. "Sikap Menteri Hadi Tjahjanto seperti calo tanah," kata Dewi. KPA juga memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi meningkatkan konflik agraria dan merampas tanah masyarakat adat.
2. Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama
Suryadi menganggap Perpres 75 tidak akan menarik investor karena karakteristik investasi di IKN adalah infrastruktur publik yang penduduknya belum mencapai 5 juta. Investor juga memperhatikan aspek ESG, dan belum ada keputusan presiden tentang pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara.
3. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah
Dedi menyamakan kebijakan ini dengan praktik VOC pada masa penjajahan Belanda, bahkan menyebut Jokowi lebih buruk dari VOC. "VOC mengeksploitasi lahan selama seratus tahun, Jokowi lebih parah," ujarnya.
4. Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio
Agus mengatakan pemberian HGU hingga ratusan tahun hanya memberikan beban kepada pemerintah berikutnya dan bahwa korupsi serta perizinan yang tidak jelas adalah penyebab utama ketidakminatan investor.
5. Sutradara, Dandhy Laksono
Dandhy menilai kebijakan ini menunjukkan keberpihakan kepada investor swasta. "95 persen konsesi diberikan ke swasta, 4 persen untuk masyarakat, dan 1 persen untuk kepentingan umum," katanya.
6. INDEF
Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menilai pembangunan IKN membebani APBN, sementara 78 persen warganet menyatakan IKN membebani APBN.
7. Pengamat Politik, Adi Prayitno
Adi meragukan masa depan IKN setelah transisi dari Jokowi ke Prabowo Subianto karena perbedaan kepentingan. "Masa depan IKN setelah transisi Jokowi ke Prabowo harus diakui memang gelap gulita," katanya.
Pengamat juga menyoroti keragu-raguan ASN pindah ke IKN, investasi seret, dan infrastruktur yang belum memadai sebagai kendala pemindahan ibu kota.